The-paculz

Blog Tempatnya Ilmu dan Pengetahuan

Pesawat CN-235 ala BJ. Habibie


 

         Pada awal 1960-an, musibah pesawat terbang masih sering terjadi karena kerusakan konstruksi yang tak terdeteksi. Kelelahan (fatique) pada body masih sulit di deteksi dengan keterbatasan perkakas. Titik rawan kelelahan ini biasanya pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang atau antara sayap dan dudukan mesin. Elemen inilah yang mengalami guncangan keras dan terus menerus, baik ketika tubuhnya lepas landas maupun mendarat. Ketika lepas landas, sambunganya menerima tekanan udara ( uplift ) yang besar. Ketika menyentuh landasan, bagian ini pula yang menanggung empasan tubuh pesawat. Kelelahan logam pun terjadi, dan itu awal dari keretakan (crack). Titik rambat yang kadang mulai dari ukuran 0,005 mm itu terus merambat. Semakin hari kian memanjang dan bercabang-cabang. Kalau tidak terdeteksi, taruhannya mahal karena sayap bisa sontak patah saat pesawat tinggal landas. Dunia penerbangan tentu amat peduli, apalagi saat itu pula mesin-mesin pesawat mulai berganti dari propeller ke jet, potensi kelelahan makin besar.
          Pada saat itulah muncul anak muda jenius yang mencoba menawarkan solusi, usianya baru 32 tahun, postur tubuhnya kecil namun pembawaanya sangat enerjik. Dialah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, laki-laki kelahiran pare, SulSel pada 25 juni 1936. Habibi-lah yang kemudian menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibi ini lantas dinamakan crack progression. Dari sinilah Habibi mendapat julukan Mr. crack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman, tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
         Sebelum titik crack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantisipasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya. Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan faktor habibie.
         Faktor habibi bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah habibi menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Dengan begitu daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya semakin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
         Tahun 1978, Habibi pulang ke tanah air oleh presiden Suharto dan sejak itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan indonesia CN-235 dan N-250.
         Pesawat CN-235 adalah pesawat dengan mesin turbo propeller hasil kerjasama industri pesawat terbang nusantara (IPTN) dengan CASA asal Spanyol. Pesawat ini mampu mengangkut 2 pilot hingga 45 orang penumpang dengan kecepatan maksimal 509 km perjam dan jarak tempuh 796 km. Pesawat ini kemudian digunakan oleh berbagai maskapai penerbangan sipil dan militer di sejumlah negara dunia.


0 Komentar untuk "Pesawat CN-235 ala BJ. Habibie"

Silahkan berkomentar dengan sopan dan bijak sesuai dengan tema artikel dan pastinya
NO SPAM NO SARA AND NO LIVE LINK ALLOWED... okk ;-)

 
Copyright © 2014 The-paculz - All Rights Reserved
Template By. Catatan Info